PANDUAN PRA dan
PENYELENGGARAAN
TAHUN DIAKONIA GMI DALAM
PERAYAAN ALDERSGATE 2012
I.
Pengantar
Buku panduan ini merupakan
sumbangan pemikiran dan masukan para pelayan dan pemerhati gereja guna
mendukung terselenggaranya pelayanan gereja GMI dalam berbagai aspek kehidupan,
secara khusus pada tahun 2012 yang ditetapkan GMI sebagai Tahun Diakonia.
Berbagai masukan telah diterima, misalnya melalui rapat -rapat bulan Nop 2011
yang lalu, selanjutnya melalui konsultasi para Kepala Bidang (Kabid) Diakonia
wilayah Sumatera dan wilayah Jawa bulan Juli 2011. Sumbangan pemikiran yang
telah dijadikan menjadi sebuah konsep panduan tersebut, telah disampaikan dalam
rapat Majelis Pekerja Sinode (MPS) bulan Augustus 2011. sebagai tindak lanjut,
bahan tersebut kemudian disampaikan, baik dalam proposal Kepala Departemen
Diakonia maupun dalam Rencana Induk Pengembangan Pelayanan (RIPP) 2011-2012, ke
konta pada Juli 2012 yang akan datang.
Melalui konta tersebut dan
sebagaimana yang diangkat dalam RIPP 2011-2012, dihimbau agar pelayanan, secara
khusus dalam Tahun Diakonia GMI 2012 perlu memperhatikan 2 hal penting. Pertama,
pelayanan kiranya dilakukan secara bersama dan sinergis dengan departemen
Koinonia dan Marturia. Dengan demikian pendekatan pelayanan diharapkan semakin
menyeluruh dengan memberdayakan jemaat sebagai basis. Kedua,
kiranya pelayanan merujuk pada pencanangan perayaan Hari Aldersgate 2011 serta
rencana penyempurnaan Aturan dan Peraturan (AP) 2012. Dengan demikian jelaslah
bahwa program pelayanan pada Tahun Diakonia GMI 2012 adalah lanjutan sekaligus
bagian integral dari program pelayanan Tahun Koinonia 2010 dan Tahun Marturia
2011. Seiring dengan memaknai dan menghidupi pelayanan Tahun Diakonia GMI 2011,
selanjutnya bersama seluruh jemaat, GMI akan memfokuskan perhatian pada
pemaknaan perayaan Tahun Yobel dan Aldesgate tahun 2012.
Walaupun dalam rancangan program
pelayanan Tahun Diakonia disebutkan mengenai perayaan Aldersgate, sebenarnya
inti perayaan yang dimaksud adalah menghidupi kembali sikap hidup yang berpihak
kepada masyarakat miskin, kaum terbelenggu, tertindas. Selain itu inti dari
perayaan Aldersgate juga adalah hidup dalam relasi yang telah pulih kembali
(harmonis kembali) antara manusia dengan Allah, dan relasi manusia dengan sesama
ciptaan. Dengan demikian, Tahun Diakonia 2012 kiranya menjadi saat yang tepat
untuk memahami makna teologi tahun Yobel sebagaimana yang disaksikan dalam
Alkitab. Pemahaman teologi tahun Yobel atas dasar Imamat 25 mendorong bangsa
Israel segera mengingat bagaimana Tuhan membebaskan umatNya dari berbagai
pergumulan hidup, terutama dari sejarah pahit kehidupan bangsa Israel di Mesir.
Sebagai umat yang menyadari karya keselamatan yang dikerjakan Allah dalam
kehidupan mereka, makna mereka juga terpanggil untuk ikut dalam karya
membebasan. Bangsa Israel diberkati supaya juga mampu menjadi berkat bagi orang
lain. Mereka dibebaskan supaya membebaskan orang lain. Karena itu setiap
merayakan Yobel, tahun kelima puluh, maka mereka wajib menyelenggarakan aksi
pembebasan kepada orang miskin, yang tertindas, yang tidak memiliki hak
kepemilikan atas tanah dan yang diperbudak. Selain itu, mereka memahami juga
bahwa tanah adalah milik Tuhan, karena itu tanah pun harus dimerdekakan,
dikembalikan kepada pemiliknya, bahkan dibebaskan dari berbagai bentuk
eksploitasi. Itu sebabnya dalam tahun Yobel tanah dan lingkungan juga
diharapkan turut berpesta pora merayakan kedatangan Tuhan yang membebaskan.
Melalui program pelayanan
diakonia GMI yang didasarkan atas makna teologi tahun Yobel, kiranya kebebasan
kaum tertindas, keadilan bagi kaum miskin dapat terwujud. Pewujudan keadilan,
kebebasan dan keberpihakan pada kaum lemah, miskin, tertindas, itulah yang
disebut sebagai karya Diakonia yang transformatif dari persekutuan orang percaya/persekutuan
orang kudus (communio sanctorum). Basis untuk gerakan pelayanan
diakonia tersebut adalah seluruh jemaat/orang-orang kudus. Jemaat diharapkan
mampu mengembangkan gagasan atau ide dan kreasi dalam rangka mewujudkan Injil
melalui pelayanan diakonia yang transformatif, secara khusus dalam merespon
berbagai masalah sosial dan kemanusiaan.
Seluruh program pelayanan menyongsong
Aldersgate kiranya menjadi pengalaman spiritual yang baru bagi GMI, tanpa harus
melupakan pengalaman berharga yang dapat diperoleh dari refleksi atas
pengalaman sejarah jubileum 50 tahun dan 100 tahun GMI sebelumnya. Hasil
refleksi yang dimaksud adalah pengupayaan pelayanan berdampak sosial jangka
pendek, jangka panjang maupun berkelanjutan. Pelayanan diakonia kiranya lebih
nampak dalam bentuk konkrit atas tuntutan Injil, yaitu untuk membuat kehidupan
masyarakat dan gereja menjadi berubah ke arah yang lebih baik. Misalnya,
merespon masalah kemiskinan, kebodohan, kekerasan, korupsi, keterbelakangan,
keterasingan, diskriminasi, masalah penyakit sosial, masalah tanah dan
lingkungan hidup, masalah HIV AIDS, dsb. Dengan demikian setiap arah program pelayanan
pada Tahun Diakonia 2012 benar-benar menghadirkan/menyatakan damai sejahtera (syalom)
sebagaimana yang diberitakan dalam Jeremia 29:7, ucapan Yesus Kristus dalam
Matius 25:40, Lukas 4:18-19; 6:36, Mrk. 1:15 dan 16.15.
Dengan menghidupi makna pelayanan
diakonia berdasarkan Firman Tuhan, maka semua lapisan jemaat akan mampu pula
melakukan karya pelayanan yang berpihak kepada mereka yang paling hina dina,
paling miskin, paling tertindas, dan paling terbelakang. Karya pelayanan yang
lain yang juga sangat penting adalah sikap yang berpihak pada penghargaan
terhadap tanah dan lingkungan (ciptaan yang lain). Jadi, program pelayanan bukan
hanya merupakan kegiatan yang bersifat hiburan, seremonial dan hura-hura,
melainkan pelayanan yang sungguh-sungguh menciptakan keadilan dan pembebasan
seluruh ciptaan.
II.
Kerangka Acuan Penyelenggaraan Tahun Diakonia 2012
2.1. Pemaknaan Tema, Sub-tema dan
Motto Tahun Diakonia 2012
Tema Tahun Diakonia 2012:
“usahakanlah
kesejahteraan kota ke mana kamu Aku buang, dan berdoalah untuk kota itu
kepada TUHAN, sebab kesejahteraannya adalah kesejahteraanmu juga (Yeremia
29:7)”
Sub-Tema Tahun Diakonia 2012:
Melalui Tahun
Diakonia 2012, GMI melengkapi
pelayanannya yang inklusif ditengah jemaat/masyarakat desa-kota dengan
memperlengkapi orang-orang kudus
menjadi jemaat yang diakonis dan missioner.
Motto Tahun Diakonia 2012:
Sejahtera Desa,sejahtera kota
Sejahtera masyarakat Sejahtera
Negara
Sejahtera Jemaat, sejahtera
Gereja
Sejahtera Bangsaku, sejahtera
gerejaku
Tema tahun diakonia GMI 2012
didasarkan pada pemaknaan pemberitaan nabi Yeremia 29:7. Sangat jelas bahwa
bangsa Yehuda ditugaskan untuk mengusahakan kesejahteraan kota. Ketika itu
situasi mereka berada dalam tekanan penjajahan bangsa Babel. Penjajahan itu
menghantar bangsa Yehuda pada situasi tertekan, tidak bebas sama sekali tidak
berhak melawan pemerintahan Babilonia. Namun dalam penindasan itu, suara
kenabian diperdengungkan. Karya keselamatan Allah dapat dikerjakan Allah dan
dirasakan umat dalam setiap kondisi kehidupan, bahkan dalam masa-masa sulit
yang dihadapi umat. Dalam situasi tertindas dan tanpa kebebasan, umat malah
diarahkan oleh nabi Allah untuk mengusahakan kesejahteraan kota tempat mereka
dibuang, berdoa untuk kota itu kepada Tuhan supaya kesejahteraan memenuhi
tempat itu. Basis untuk mengusahakan kesejahteraan itu adalah Umat Allah.
Penekanan dalam tema itu adalah umat yang pro-aktif mengusahakan kesejahteraan
(damai sejahtera) yang menyangkut seluruh aspek kehidupan,jasmani dan rohani.
Dengan kata lain bahwa panggilan untuk mengusahakan kesejahteraan kota berpusat
pada umat sebagai pelaku misi atau jemaat missioner. Dalam rangka mengusahakan
kesejahteraan kota (damai sejahtera) semua umat juga diarahkan untuk tidak lupa
berdoa. Dalam hal ini, berdoa untuk kesejahteraan kota merupakan aksi spiritual
yang transformatif dari umat, sebab melalui doa harapan atas keadilan, perlindungan
hukum, dan damai sejahtera, akan senantiasa disampaikan kepada Allah. Sekaligus
dalam aksi berdoa, umat juga dituntun untuk melibatkan diri dalam
tindakan menegakkan keadilan, sikap berpihak pada orang miskin, orang
yang diperlakukan tidak adil.
Melalui Tahun Diakonia 2012 ini,
GMI Wil.I juga turut dipanggil Allah untuk menghadirkan damai sejahtera melalui
jemaat yang missioner sehingga akan terjadi diakonia yang transformatif.
Terlepas bagaimana kondisi kehidupan bangsa Indonesia dan dunia sekarang ini,
kehadiran gereja GMI Wil.I sedang membawa misi Allah untuk mensejahterahkan
dunia di mana ia hadir, baik di kota maupun di desa.
Tema tahun diakonia ini kemudian
dijabarkan kembali melalui sub-tema tahun Diakonia. Penekanan kunci dalam
sub-tema ini yaitu “melengkapi pelayanan yang inklusif dengan memperlengkapi
jemaat untuk menjadi jemaat yang diakonis dan misioner”. Hal itu berarti bahwa
perlu tindakan aktif berkarya, melengkapi semua pelayanan yang sudah ada,
melalui pemberdayaan warga. Dengan demikian, karya pelayanan ini berbasis
pada jemaat yang missioner, artinya gereja memberdayakan warga jemaat untuk
melakukan misi Diakonia (bnd. Ef. 4:12).
Jika mengacu pada makna
pemberitaan dalam Efesus 4:12, sedikitnya ada dua penekanan pokok, yaitu:
1.
Disebutkan
bahwa Tuhan memberikan para rasul, para nabi, baik pemberita-pemberita Injil
maupun gembala-gembala dan pengajar-pengajar (Pelayan Gereja; Klerus)
untuk memperlengkapi orang-orang kudus bagi pekerjaan pelayanan, bagi
pembangunan tubuh Kristus. Sesungguhnya yang dimaksud sebagai orang-orang kudus
itu adalah seluruh jemaat itu sendiri. Jadi gereja atau jemaat adalah
persekutuan orang-orang kudus (communio sanctorum). Namun karena
pembagian tugas jabatan pelayanan yang berbeda, maka orang-orang Kudus itu
disapa dalam dua macam sebutan. Kelompok pertama disebut sebagai kaum pelayanan
gereja/kaum klerus, sedangkan kelompok kedua adalah kaum awam/jemaat biasa.
Kedua pengelompokan ini tidak berbicara tentang kedudukan siapa yang lebih
tinggi atau rendah, melainkan pada tugas pelayanannya. Penekanan pokok pada
bagian pertama ini, bahwa tugas utama para pelayan gereja/klerus adalah
untuk memperlengkapi dan memberdayakan persekutuan orang-orang kudus (communio
sanctorum) bagi pekerjaan pelayanan diakonia yang transformatif. Itu
sebabnya pemimpin gereja, para pelayan tahbisan bukanlah soal kedudukan atau
kekuasaan melainkan soal pelayanan yang berpihak kepada keadilan dan pembebasan
kaum miskin, menjadi fasilitator untuk memberdayakan kompetensi yang ada pada
Persekutuan orang kudus tersebut (communio sanctorum). Atas dasar ini,
sesungguhnya kaum rohaniawan/klerus/pejabat gerejawi bukanlah kelompok yang
harus berada pada barisan depan yang menentukan pergerakan pelayanan Diakonia
yang transformatif (dalam hal ini umat itu sendiri). Jemaat atau
persekutuan orang-orang kudus itu sendirilah yang menjadi penggerak dari karya
Diakonia yang transformatif. Sebab, bila klerus/pelayan gereja harus selalu
berada di depan, maka jemaat sering terjebak pada kondisi yang bergantung pada
keberadaan pelayan gereja (tidak mandiri).
2. Tujuan pelaksanaan tugas
pelayanan para pelayan gereja adalah memberdayakan atau memperlengkapi
Persekutuan orang kudus tersebut (communio sanctorum) menjadi jemaat
yang dapat melakukan karya diakonia yang transformatif. Jadi, jemaat adalah
basis. Bila Jemaat adalah basis/subjek/pelaku misi pelayanan Diakonia, maka
posisi para pelayanan gerejawi adalah benar-benar sebagai pelayan yang hadir
memperlengkapi warga jemaat. Melalui metode ini, akan tercipta suatu model
pelayanan yang disebut dengan pelayanan diakonia yang transformatif, dimana
umat sebagai barisan terdepan mampu menyikapi berbagai keadaan yang terjadi.
Persekutuan orang kudus dimandirikan melalui jiwa yang missioner, sehingga dengan
demikian, mereka sendiri yang akan kembali membawa roh misi pelayanan Diakonia
yang transformatif itu ke dalam pekerjaannya sehari hari. Dengan demikian,
jemaat membawa misi diakonia dalam kehidupanya sehari-hari. Persekutuan orang
kudus menjadi jemaat yang misioner.
Jiwa dari jemaat missioner ini
sendiri sangat terasa dalam sikap hidup jemaat mula-mula (Kis. 2:41-47, dan
Kis. 4: 32-37). Jemaat hidup dalam nuansa persekutuan/komunitas. Setiap jemaat,
karena persekutuan di dalam Kristus, menjadi satu bagian, dan saling
menunjukkan solidaritas. Dengan dasar ini, umat terdorong untuk memperlakukan
satu sama lain sebagai saudara, walaupun sebelumnya latarbelakang mereka
berbeda. Persekutuan ini sendiri menjadi persekutuan yang saling berbagi. Tidak
ada seorangpun yang menganggap dirinya lebih kaya dari yang lainnya, sebaliknya
setiap pribadi memberikan hak miliknya untuk mencukupkan orang-orang yang
berkekurangan sehingga damai sejahtera dapat dirasakan semua jemaat. Komunitas
umat percaya hidup dan berkembang di dalam jiwa persekutuan yang saling
melayani. Jemaat hidup dengan bertekun dan sehati sepikir dalam Bait Allah.
Persekutuan ini kemudian berkembang dan menjadi kesaksian bagi orang-orang di
sekitar mereka.
Gerakan diakonia di dalam jemaat
dimulai oleh jemaat itu sendiri, dengan kesadaran bahwa mereka merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari komunitas. pelayanan diakonia berakar dalam ibadah
persekutuan umat percaya. Pelayanan diakonia dirayakan dalam ibadah, secara
khusus dalam ibadah/liturgi Perjamuan Kudus. Titik berangkat Diakonia adalah
persekutuan yang melaksanakan liturgi. Awalnya perayaan ibadah/liturgi
Perjamuan Kudus selalu ditandai dengan perjamuan kasih (perjamuan makan
bersama) sebagai kesempatan untuk menikmati dan berbagi bersama makanan dan
minuman yang mereka kumpulkan. Roti dan anggur yang dibagi-bagikan dalam
Perjamuan Kudus adalah tubuh Tuhan Yesus Kristus sendiri yang dipecah-pecahkan
dan darahNya yang dicurahkan untuk kehidupan banyak orang. Ketika menerima roti
dan anggur yang adalah tubuh dan darah Tuhan, gereja dipersatukan dengan Tuhan
yang berdiakonia atau melayani orang lain. Roti dan anggur perjamuan itu
bukanlah simbol penyerahan, pengorbanan, pemberian dan pembagian diri bagi
orang lain demi keselamatan. Selanjutnya dalam tradisi gereja mula-mula, di
mana diadakan Perjamuan Kudus di sana tampak sikap saling berbagi kasih,
misalnya dalam perjamuan makan bersama dan penyerahan persembahan di kaki para
rasul untuk mencukupkan orang yang berkekurangan (lih. Kis. 2:44-45, 4:32-35).
Dengan demikian jelaslah bahwa diakonia adalah bagian dari ibadah/liturgi
gereja.
Undangan pada perjamuan kasih
merupakan undangan persaudaraan dimana baik orang yang kaya maupun yang mampu
membawa makanan, mengumpulkannya dan membagi bersama. Dengan demikian semua
orang boleh hidup berkecukupan (bng. 2 Kor. 8:15). Orang miskin mendapat kasih
melalui perjamuan itu, sebab pemberian roti bukan hanya karena alasan
pemenuhan kebutuhan fisik, melainkan karena penerimaan, keterbukaan, pengakuan,
dan rasa hormat dari jemaat itu sendiri. Tindakan jemaat yang mampu menembus
lapisan struktur-ekonomi dan sosial, itulah ciri jemaat missioner, jemaat yang
melaksanakan diakonia yang transformatif.
Jemaat yang missioner bergerak ke
arah missi Allah di dalam Kristus yaitu pembebasan dunia yang sedang menderita
dengan memberikan damai sejahteraNya (bnd. Luk. 4:18-19). Pelayanan gereja
bukanlah soal ritus ibadah semata sebab damai sejahtera bukan hanya menyangkut
kehidupan spiritualitas. Pelayanan gereja adalah juga kesaksian akan komunitas
yang hidup, yaitu ketika warga jemaat menjadi pelaku-pelaku misi yang membawa
pelayanan diakonia ke arah yang transformatif, yang mampu merobohkan
kecongkakan-kecongkakan masyarakat, dan membebaskan belenggu-belenggu
penindasan atas orang-orang miskin. Berdiakonia berarti mengijinkan orang-orang
miskin, kecil dan lemah itu menjadi bagian dari kehidupan bersama kita. Sebab
itu diakonia pertama-tama adalah rasa hormat, pengakuan kepada kemanusiaan
orang-orang yang kecil dan lemah. Dengan demikian Damai Sejahtera Allah
dirasakan dalam diakonia transformatif bukan hanya melalui kegiatan-kegiatan
charitatif (atas dasar kasihan, pemberian kebutuhan fisik).
Dengan demikian, diakonia yang
transformatif melihat Allah sebagai pembebas yang berpihak pada orang-orang
miskin dan tertindas. Itu sebabnya ketika jemaat Kristen mula-mula ditekan oleh
pemerintah yang berkuasa, mereka tetap hidup dalam persaudaraan yang penuh
kasih. Mereka beribadah kepada Allah sang pembebas dan lewat doa, mereka
menjadi berani untuk lebih taat kepada Allah daripada taat kepada manusia.
Doa-doa ini berdampak pada diakonia yang transformatif manakala tekanan tidak
dianggap sebagai hambatan untuk membangun komunitas persaudaraan yang sehati
dan sepikir. Jemaat yang berdoa bersama menunjukkan komitmen dan solidaritas
untuk mengakhiri penindasan, sehingga mereka keluar dari struktur masyarakat
ketika itu yang sarat dengan diskriminasi antara orang kaya dengan orang
miskin, tuan dengan hamba.
Jiwa jemaat missioner ini kiranya
juga dapat tetap hidup dalam seluruh dinamika pelayanan GMI. Hal yang mungkin
dilakukan untuk itu adalah melalui upaya memperlengkapi warga gerejanya melalui
keterlibatan para pelayan. GMI kiranya mampu merefleksikan pelayanannya dalam
aksi yang berdampak pada transformasi sosial baik yang dapat dicapai dalam
jangka pendek, jangka panjang maupun berkelanjutan yang mengarahkan hidup ke
arah yang lebih baik. Contoh konkrit misalnya dengan merespon masalah
kemiskinan, kebodohan, kekerasan, korupsi, keterbelakangan, keterasingan,
diskriminasi, penyakit sosial, masalah tanah dan lingkungan hidup, masalah HIV
AIDS. Dengan demikian setiap arah program pelayanan pada tahun Diakonia 2012
benar-benar dalam rangka mendoakan dan mengusahakan damai sejahtera (syalom)
sebagaimana yang diberitakan dalam Jeremia 29:7, ucapan Yesus Kristus dalam
Matius 25:40, Lukas 4:18-19, Lk 6:36, Markus 1:15 dan 16.15.
Dengan menghidupi makna pelayanan
diakonia berdasarkan Firman Tuhan, maka warga jemaat akan mampu melakukan karya
pelayanan yang berpihak kepada orang miskin, yang tertindas, dan terbelakang.
Karya pelayanan yang lain yang juga sangat penting adalah sikap yang berpihak
pada penghargaan terhadap tanah dan lingkungan (ciptaan yang lain). Dengan
demikian, pelayanan bukanlah kegiatan yang bersifat hiburan, seremonial dan
hura-hura, melainkan pelayanan yang sungguh-sungguh menciptakan keadilan dan
pembebasan seluruh ciptaan.
GMI dalam karya pelayanannya
sebenarnya memiliki potensi untuk membangun pelayanan diakonia-transformatif.
Potensi yang ada tersebut dapat diberdayakan sambil berefleksi dari
keberhasilan pelayanan para Misioner, misalnya John Wesley, yang menekankan
pola pelayanan “Cari sebayak-bayaknya, simpan....”. Ada beberapa hal yang ia
kembangkan dalam rangka mensejahterahkan masyarakat melalui sistem pelayanan
ini, yaitu pendidikan, kesehatan, pertanian, dan sistem ekonomi yang
terintegrasi dalam persekutuan di kompleks gereja.
Keempat hal di atas kemudian
dituangkan dalam Aturan dan Peraturan GMI Tahun 2012, dimana melalui Depertemen
Diakonia diberikan tanggung jawab dalam penyelenggaraan dan pengembangan 5
(lima) bidang pelayanan penting, yaitu: pendidikan, kesehatan, diakoni sosial,
pengembangan masyarakat dan penanganan masalah-masalah sosial. GMI kiranya
mampu terus mengembangkan pelayanannya walaupun di beberapa bidang pelayanan
sudah mulai terlihat bentuk-bentuknya. Betuk pelayanan yang dapat dikerjakan
misalnya: a) Di bidang pendidikan, terbentuknya Badan Penyelenggara Pendidikan
GMI (BPP YP GMI) yang bertanggungjawab untuk menyelenggarakan seluruh
pendidikan di GMI dalam satu sistem yang berorientasi mutu. b) Di bidang
pengembangan masyarakat, telah dilakukan upaya merespon kemiskinan petani
dengan berbagai pendekatan yang berpihak pada petani, model pertanian yang
ramah lingkungan dan berorientasi ekonomi masyarakat yaitu mengembangkan konsep
pertanian organik (motto: “sinur napinahan gabe na niula”); membentuk
Credit Union (CU) dan CUM/Komunitas Kredit Masyarakat (KKM). c) Di bidang
Diakonia Sosial, selain menjalankan pelayanan rumah layak huni , secara khusus
bagi orang cacat, sekarang telah dikembangkan model pelayanan pemberdayaan
rawatan di luar panti melalui program Community Based Rehabilitation (CBR) dan
pelayanan kepada masyarakat jompo. d) Di bidang Keadilan, Perdamaian dan
Keutuhan Ciptaan, (KPKC/JPIC: Justice, Peace and Integrity of Creation) telah
ada upaya kampanye atau seruan mengenai pelayanan pemeliharaan lingkungan dan
respon dampak kerusakan lingkungan. e) Di bidang kesehatan sudah ada upaya
memperbaiki kondisi Rumah Sakit GMI Susana Wesley, juga menggagasi adanya
ansuransi kesehatan bagi para pelayan dan penanggulangan masalah HIV AIDS
melalui pelayanan Komite HIV AIDS GMI.
Apa yang telah dipikirkan oleh GMI Wil.I melalui tema Tahun Diakonia ini kembali
ditujukan untuk mengusahakan kesejahteraan hidup yang holistik (menyeluruh)
baik di kota, desa, maupun di semua tempat dimana GMI ada. GMI Wil.I diharapkan
mampu memberdayakan dan memperlengkapi jemaat menjadi jemaat yang diakonis dan
misioner sebagai bagian dari usaha mensejahterakan kehidupan jemaat lokal yang
kemudian akan berdampak pada kesejahteraan global. Semua manusia, semua makhluk
akan merasakan syalom itu sendiri, sehingga diakonia benar-benar transformatif.
Itu sebabnya Gereja bersama dengan persekutuan oikumenis di seluruh dunia turut
ambil bagian dalam penyelesaian masalah global (dunia secara menyeluruh),
misalnya melalui aksi sosial yang berpihak pada pelestarian alam semesta,
pembebasan masyarakat dari kekerasan dan kemiskinan struktural.
Diakonia transformatif membuka
kesadaran jemaat untuk keluar dari struktur yang selama ini menindas. Dengan
demikian pelayanan mimbar akan menjadi semakin kontekstual melalui pelayanan
meja yaitu ketika komunitas memecah-mecah roti bersama-sama, membawakan persembahan
semampunya untuk dibagikan dalam komunitas. Jemaat missioner adalah jemaat yang
bersekutu bersama Firman Allah, berdoa bersama, berbagi bersama dan inilah
kesaksian yang berdampak pada diakonia transformatif. Jemaat menjadi
“diaken-diaken” yang menghadirkan kesejahteraan yang holistik bagi orang-orang
kudus, umat Allah.
2.2.
Catatan Penting Pemaknaan Tema, Sub Tema dan Motto Tahun Diakonia
terhadap Penyelenggaraan
Program Pelayanan Tahun Diakonia
Tema dan Sub Tema beserta dengan
Motto Tahun Diakonia GMI 2012
sebagaimana yang telah dijelaskan di atas kiranya dapat menjadi dasar pengikat
seluruh program kegiatan dan pelayan yang akan dilaksanakan. Atas dasar
pemahaman tersebut maka ada beberapa catatan penting dalam kerangka acuan
pelaksanaan program yaitu:
1.
Damai
sejahtera Allah kiranya hadir dalam setiap lapisan masyarakat. Atas dasar ini,
pelayanan Diakonia yang transformatif untuk mengusahakan kesejahteraan bagi
setiap lapisan, kiranya dapat dilaksanakan oleh lima aras/tingkat pelayanan:
o Tingkat Nasional
o Tingkat Wilayah
o Tingkat Distrik
o Tingkat Resort
o Tingkat Jemaat
Oleh karena itu, kelima aras ini
diharapkan dapat proaktif mewujudkan sasaran yang diharapkan. Dalam hal ini,
distrik secara khusus diharapkan dapat mengkoordinasikan kegiatan pelayanan dan
berusaha memotivasi jemaat, mendukung dan mengawasi pelaksanaan program
pelayanan.
2.
Dalam buku
panduan ini kiranya terlihat peran dan keterpaduan pelayanan masing-masing
departemen baik dalam tahapan persiapan, pembagian tugas serta kepanitiaan dan
anggaran, terutama dalam pelaksanaan program.
3.
Kiranya
program pelayanan yang ditargetkan dapat dipelajari masing-masing jemaat lokal,
resort, distrik wilayah dan Nasional. Selanjutnya diharapkan dapat menentukan
target pelayanan mana yang paling cocok dapat dilaksanakan. Artinya setiap
jemaat, resort dan distrik diharapkan dapat proaktif mewujudkan sasaran yang
diharapkan. Dalam hal ini, distrik secara khusus diharapkan dapat
mengkoordinasikan kegiatan pelayanan dan berusaha memotivasi jemaat, mendukung
dan mengawasi pelaksanaan program pelayanan.
4.
Untuk
memantapkan kegiatan pencanangan di lima aras/tingkat pelayanan, kiranya
pimpinan dan tim dari pusat akan datang melakukan penjemaatan dan pencanangan.
Kemudian, agar program pelayanan Tahun Diakonia dapat berjalan lebih baik, maka
distrik perlu membentuk panitia khusus. Panitia khusus lainnya yang sangat
perlu dibentuk adalah panitia dalam aras Nasional.
2.3. Tujuan dan Sasaran
2.3.1. Tujuan
Pelaksanaan Program
Pelayanan di Tahun Diakonia GMI 2012 bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan
mutu kehidupan serta ketaatan seluruh jemaat sebagai persekutuan orang percaya
(communio sanctorum) untuk berDiakonia demi kemuliaan Allah, keadilan
dan kesejahteraan seluruh ciptaan.
1.
Warga jemaat
GMI dapat memahami tugas panggilan gereja bahwa diakonia adalah bagian integral
pelayanan Koinonia, dan Marturia.
2. Warga jemaat GMI dapat
menjadi pelaku/subjek pelayan diakoni, sehingga warga jemaat menjadi jemaat
yang berbelas kasih, berkemampuan mengatasi kemiskinan, keterbelakangan,
kebodohan dan penindasan.
3. Para tokoh dan pemerhati
pelayanan diakonia GMI dapat menjadi mitra yang memberdayakan pelayanan
diakonia di semua aras, terlebih mendukung unit pelayanan diakonia di aras
distrik, dan pusat.
4. Para pelayan GMI mampu
menjadi subjek/pelaku pelayanan diakonia di semua aras.
5. Terbentuk berbagai
lembaga dan berdiri berbagai gedong bangunan pelayanan diakonia untuk menopang
pelayanan diakonia yang strategis, konprehensif, koordinatif dan berkelanjutan.
2.3.2. Sasaran
Pelaksanaan Program Pelayanan
di Tahun Diakonia GMI 2012 memiliki beberapa sasaran yang akan dicapai, antara
lain:
1. Terbentuk sedikitnya 300 (tiga
ratus) Komisi Beasiswa, 100 Taman Kanak-kanak atau Play Group, 200
(dua ratus) KKM (Komunitas Kredit Masyarakat) dan 300 Poliklinik di seluruh GMI.
2. Penanaman 1 (satu) juta pohon
di seluruh wilayah pelayanan GMI dan penyelenggaraan ibadah/ liturgi penanaman
pohon, sekali dalam setahun di seluruh GMI.
3. Adanya dukungan pembangunan
perpustakaan di lima badan pendidikan teologi GMI (Pusat Pendidikan Diakone,
Sekolah Tinggi Teologi, Sekolah SD, Sekolah SMP, dan Sekolah Pendeta/Kursus
Kependetaan)
4. Menggerakkan 50 jemaat atau
kelompok pemerhati solidaritas dan subsidiaritas antara hjemaat kota untuk membantu pelayanan di wilayah
kategori penduduk/jemaat miskin.
5. Pensosialiasasian gagasan
pembentukan pelayanan baru di setiap distrik di GMI, komite HIV/AIDS, pusat
penanganan bagi korban kekerasan, lembaga pemberdayaan baik terhadap petani,
mahasiswa, nelayan dan buruh sesuai kebutuhan sekarang dan ke depan.
6. Berdirinya persekutuan warga
jemaat secara nasional yang memikirkan pelayanan diakonia berkelanjutan, menyongsong
Perayaan Aldersgate, yang berkekuatan untuk merespon berbagai masalah
kemiskinan, kekerasan, keterbelakangan dan masalah lingkungan serta merespon
masalah demokrasi dan globalisasi.
7. Terbentuknya lembaga Fonds untuk
penanggulangan masalah Bencana Alam di aras distrik dan secara nasional di
Kantor Parpem dan Diakonia GMI Wil. I
2.4. Rancangan Program
Tahun Diakonia GMI Tahun 2012
Berikut ini adalah rancangan
program yang akan dilaksanakan selama perayaan Tahun Diakonia GMI Tahun 2012,
dan perayaa Hari Aldersgate yaitu:
A. Kegiatan Awal dan Akhir
Kegiatan Awal, ditandai dengan
Perayaan Paskah. Paskah menjadi moment atau kesempatan penting untuk semakin
bersungguh-sungguh melakukan pelayanan terhadap kaum papa, yang miskin,
tertindas dan terbelenggu. Sebagai bukti konkret menghidupi makna paskah, maka
karya sosial yang mungkin dilakukan secara bersama di seluruh gereja GMI adalah
melalui pengumpulan Bakti Paskah. Dengan demikian bakti Paskah menjadi tanda
Diakonal yang sangat penting dalam perayaan Paskah. Untuk acara ini Pimpinan
Pusat dan Ds-Ds GMI Wil.I diharapkan
bertindak sebagai pemimpin ibadah Perjamuan Kudus dan ibadah Pastoral sekaligus
untuk memaklumkan tahun Rahmat Tuhan yang membebaskan, himbauan untuk semua
usaha GMI yang berorientasi mengurangi kemiskinan dengan kegiatan CU, KKM,
pemulihan dsb.
Kegiatan Akhir, Perayaan Natal.
Tahun Diakoni akan diakhiri dengan perayaan Natal. Suka cita perayaan kelahiran
Tuhan Yesus akan kembali ditandai dengan pengumpulan bagian dari puasa yang
dilakukan selama 4 Minggu dan mempersembahkannya sebagai bakti Natal.
- Penjemaatan Diakonia
Kegiatan ini dilakukan oleh tim
yang disiapkan dan diutus oleh Departemen Diakoni dengan tugas memberdayakan
unsur atau komponen yang ada di distrik dan Nasional agar mampu menjemaatkan
atau mensosialisasikan gagasan Tahun Diakonia GMI 2012 ke jemaat-jemaat.
Mengingat berbagai tuntutan kebutuhan yang mungkin berbeda di wilayah pedesaan
dengan di wilayah transisi dan kota, metropolitan, maka substansi perayaan
Tahun Diakonia mungkin dilaksanakan dalam bentuk yang berbeda pula. Untuk
wilayah pedesaan pelayanan akan difokuskan pada pemaknaan diakonia kepada kaum
petani. Selain itu agar semua jemaat dan resort mengagas penghargaan serta
memfungsikan lahan pendidikan untuk kegiatan penitipan anak, TK, pengadaan
program pengobatan, perpustakaan, pelatihan pertanian terpadu, gerakan ekonomi
kerakyatan, dsb. Untuk wilayah transisi, seperti distrik Sumatera Timur, Asahan
Labuhan Batu, Labuhan Batu, Riau dan Kep. Riau, Jambi, Sumbagsel, pelayanan
difokuskan pada pemaknaan diakonia terhadap buruh industri dan perkebunan,
pengusaha kecil menengah, nelayan dan ekonomi kerakyatan, perpustakaan,
pengadaan sarana pusat retreat di aras Distrik, pengadaan beasiswa dan pusat
latihan belajar dan computer, dsb. Untuk wilayah perkotaan, agar pelayanan
Diakonia difokuskan mendirikan pelayanan beasiswa, komputer, perpustakaan
,pengadaan sarana pusat retreat, pengumpulan dana solidaritas dan subsidiaritas
pemberdayaan ekonomi jemaat pedesaan dan masyarakat miskin kota.
C. Program Pelayanan Tahun Diakonia
GMI 2012 dalam lima aras pelayanan:
Program Tingkat Nasional:
1. Perayaan Aldersgate
Tahun tahun Berdiakoni
· Napak Tilas untuk Pemuda dan Mahasiswa Di Pardembanan Dan
Inggris
· Pencangan Penanaman Pohon
(175.000 pohon) didahului Ibadah Penanaman Pohon.
· Kampanye Pemuda dalam
rangka ‘4R’ (Reduce, Reuse, Repalce, Recycle)
2. Pertemuan Raya ‘orang-orang kudus’ (communion sanctorum,) yaitu Warga Jemaat
3. Cross country (untuk
pemuda dan mahasiswa)
4. Perayaan Guru-Guru
Sekolah Minggu
5. Konferensi Guru-guru
Sekolah GMI
6. Penggalangan Dana
untuk membantu Perpustakaan di Lembaga Persamaian GMI
7. Penataan Asrama Putri dan Putra di Bandar Baru (STT GMI)
8. Pengembangan STT GMI
B.Baru sebagai Pusat Pelayanan Terpadu antar
Departemen.
Departemen.
9. Pembentukan Lembaga
Asuransi Pelayan
10. Pelayanan pada mahasiswa
Program Tingkat Wilayah:
1. Konsultsi Diakonia Yang
Holistik (dalam rangka PWG)
2. Pelatihan/Pemberdayaan Pelayaan di bidang
Pertanian, Peternakan dan Paska Panen
3. Pemberdayaan
Koperasi/CU dan Pusat Latihan.
4. Penggalangan Dana untuk membantu Perpustakaan
di STT GMI
Program Tingkat Distrik:
1.
Kebaktian
Raya Paskah;
2.
Kebaktian
Raya Natal
3.
Lokakarya
Diakonia untuk Dewan Diakonia
4.
Penerbitan
dan penjemaatan beberapa buku PA sesuai kebutuhan jemaat untuk menjadi buku
pegangan ibadah, sekaligus untuk memotivasi warga GMI memahami makna Tahun
Diakonia 2012.
5.
Program
Kesehatan (konsultasi dan penanganan masalah) HIV/AIDS,Pengobatan Gratis/Donor
Darah
6.
Pembentukan
Kredit Komunitas Masyarakat (KKM)
7.
Sayembara
cipta logo Tahun Diakonia.
8.
Pembentukan
Unit Tanggap Bencana
Program Tingkat Ressort
1.
Pembentukan
Credit Union (CU)
2.
Pembentukan
Kelompok-kelompok Tani
3.
Pembentukan
Komisi Beasiswa
4.
Program
Kesehatan/Poliklinik
5.
Perayaan
Perjamuan Kudus (Pada Hari Raya Pentakosta)
Program Tingkat Jemaat
1.
Pendirian
Taman Kanak-kanak
2.
Pengadaan
Perpustakaan ‘Mini’.
3.
Aksi
Diakonia Anak-anak dalam Masa Passion
4.
Aksi
Diakonia Anak-anak dalam Masa Advent
5.
Kebaktian
Harian untuk Keluarga dalam Masa Passion
6.
Kebaktian
Harian untuk Keluarga dalam Masa Adventø
7.
Penelaahan
Alkitab
2.5. Pengorganisasian
1.
Penyelenggaraan
Tahun Diakonia 2012 akan dilakukan secara menyeluruh dan sinergi bekerjasama
dengan departemen Koinonia dan Marturia. Dengan demikian, akan menjadi semakin
jelas peran Departemen Koinonia memotivasi jemaat untuk berMarturia dan
berDiakonia. Selanjutnya Departemen Marturia tetap menggalakkan semangat
kesasksiaannya dengan berDiakonia. Demikian sebaliknya, Diakonia dapat memahami
akar pelayanannya bersumber dari pelayanan ibadah dan pelayanan meja. Serta
bersama dengan departemen Marturia menyaksikan dengan perbuatan nyata tuntutan
Injil yang utuh bagi semua dan seluruh mahluk.
2.
Baik
Departemen Diakonia maupun Koinonia, secara bersama dan bergandengan tangan
berupaya memotivasi kategorial dan sektoral di tengah jemaat untuk memahami
teologi Diakonia yang berKoinonia. Secara bersama akan melakukan napak tilas
terhadap pemuda dan mahasiwa dan sekaligus melakukan penanaman pohon. Diakonia
akan lebih pada posisi menyiapkan pemberdayaan teknis pembibitan di beberapa
Distrik atau resort. Secara bersama juga akan menjajaki upaya memfungsikan
pusat perkampungan pemuda di Jetun dan pusat pendidikan di Seminarum Sipholon.
3.
Baik
Departemen Diakonia maupun Marturia, secara bersama dan bergandengan tangan
menyusun liturgi Perjamuan Kudus. Melakukan kegiatan studi pelayanan terhadap
mahasiswa, buruh dan petani. Bersama dengan Marturia mendirikan unit pelayanan
radio di beberapa Distrik yang memungkinkan dan bekerjasama melakukan pelayanan
khusus di Pulau Rupat.
4.
Kegiatan
Tahun Diakonia 2012 diharapkan lebih bersifat aksi daripada seremoni. Oleh
Karena kiranya kegiatan Tahun Diakonia di jemaat-jemaat langsung dikoordinir
oleh Dewan Diakonia dan dimasukkan ke dalam program dan anggaran jemaat. Di
tingkat Distrik, kegiatan Tahun Diakonia agar langsung dikoordinir dibawah
Kepala Bidang Diakonia. Bila di Distrik yang bersangkutan belum ada Kepala
Bidang Diakonia maka kegiatan langsung dipimpin oleh Praeses.
5.
Selain dari yang
sudah dituliskan di atas (membentuk koperasi, komisi beasiswa, dan poliklinik
serta menanam pohon),maka masing-masing jemaat dapat mengembangkan kegiatan
Diakonia lainnya sesuai dengan kebutuhan dan kondisi lapangan. Namun tetap
diingatkan agar kegiatan tidak bersifat seremonial dan konsumtif.
6.
Seluruh
kegiatan Diakonia tetap merupakan bagian dari ibadah. Sebab itu disarankan agar
jemaat-jemaat mengadakan kegiatan tahun Diakonia dalam ibadah dan diperkuat
dengan rangkaian studi Pendalaman Alkitab (PA) tentang Diakonia. PA dapat
menggunakan bahan-bahan yang disediakan Panitia Tahun Diakonia maupun
dipersiapkan oleh para pendeta setempat.
7.
Dalam
melaksanakan dan mensukseskan kegiatan pelayanan Tahun Diakonia GMI 2012, maka
sangat diharapkan partisipasi dan sikap pro aktif dari seluruh lapisan jemaat,
termasuk dalam hal kerapihan administrasi dan keuangan pelaksanaan kegiatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar